Potensi Pajak Air Tanah Jakarta Yang Hilang
Air merupakan kebutuhan vital yang tidak bisa tergantikan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan air bersih setiap tahunnya akan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan di sektor perekonomian terutama di kota besar yang cepat perkembangannya seperti DKI Jakarta. Jumlah penduduk DKI Jakarta yang terdaftar hingga saat ini mencapai 12,5 juta jiwa. Menurut kajian Water Balance Security BPLHD, kebutuhan air bersih DKI Jakarta yaitu 26.645,6 liter/detik. Kebutuhan air bersih pada tahun 2015 sekitar 824.784.742 m3/tahun, sedangkan kemampuan PAM setelah diperhitungkan dengan persentasi kebocoran yang terjadi hanya dapat memenuhi 39% dari total kebutuhan air bersih DKI Jakarta atau hanya mampu memenuhi sekitar 328.428.535 m3/tahun. Itu artinya tidak bisa dipungkiri bahwa sekitar 61% atau sejumlah 496.356.207 m3/tahun kebutuhan air bersih diambil dari air tanah.
Potensi pendapatan negara melalui pajak air tanah sangatlah besar. Potensi pajak air tanah dihitung berdasarkan rumus penetapan pajak air tanah yaitu 20 persen dari hasil kali pemakaian air tanah (dalam meter kubik) dan nilai air berdasarkan kategori pemakai yang berlaku secara progresif. Pajak air tanah di kawasan yang terjangkau air perpipaan (air PAM) akan lebih tinggi daripada daerah yang belum terjangkau. Dengan asumsi jumlah pelanggan tercatat di DKI Jakarta pada tahun 2015 sekitar 4.500 titik sumur produksi dengan pemakaian air tanah maksimum 100 m3/hari, maka apabila mengacu pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 tahun 2012 dengan tarif harga air baku yang ditetapkan sebesar 14.583/m3, potensi pajak maksimum air tanah yang didapatkan dari para pelanggan industri, pusat perbelanjaan, apartemen, perumahan dan hotel dalam 1 tahun mencapai 2,6 Triliun. Dengan penghasilan pajak air tanah DKI Jakarta yang tercatat pada tahun 2015 sebesar 104 miliar, maka potensi pajak yang hilang sangatlah besar, jumlah ini hanya 4,3% dari total perkiraan maksimum. Belum lagi memperhitungkan jumlah sumur-sumur illegal dan pelanggan tidak tercatat yang tidak kita ketahui secara pasti jumlahnya, tentu semakin besar potensi pajak air tanah yang hilang.
Gambaran umum keberadaan > 4500 titik sumur produksi di DKI Jakarta
Disamping itu pola pengawasan pencatatan meteran yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga pelanggan mudah memanipulasi penggunaan air tanah. Banyak sekali anomali pemakaian air tanah yang terlihat ketika dibandingkan dengan pemakaian air perpipaan sangat minim atau tidak sesuai dengan perhitungan kebutuhan pelanggan. Tentunya hal ini menjadi masalah yang harus dihadapi bersama, tidak hanya pemerintah daerah dan pemerintah pusat saja namun semua pihak harus terlibat dalam hal ini untuk menyelamatkan air tanah dan potensi pajak Negara yang hilang.
Selama ini kasus sumur illegal banyak sekali ditemukan ketika Tim dari Pemda DKI Jakarta dan PAM Jaya yang didampingi oleh Balai Konservasi Air Tanah (BKAT)-Badan Geologi melakukan inspeksi di beberapa perusahaan. Sejumlah perusahaan terbukti memiliki sumur illegal tidak berizin yang disembunyikan di tempat-tempat tertentu, kadangkala kendala di lapangan Tim inspeksi sulit menemukan sumur illegal tersebut karena letaknya yang sangat tersembunyi, padahal apabila melihat dari kebutuhan perusahaan yang sangat besar terlihat anomali pemakaian air tanah yang minim disertai dengan pemakaian air perpipaan yang minim pula.
Kegiatan verifikasi/monitoring pengusahaan air tanah yang sedang dijalankan oleh BKAT-Badan Geologi, beserta inspeksi oleh Pemda DKI Jakarta dan langkah penyelamatan sumber daya air yang di inisiasi oleh KPK, PAM Jaya, Pemda DKI Jakarta dan Badan Geologi diharapkan sedikit demi sedikit mampu menangani permasalahan tersebut dalam hal menertibkan sumur illegal (tidak berizin) dan menyelamatkan potensi pendapatan pajak Negara (pajak air tanah) yang hilang.